Laman

04 Januari 2015

Kebudayaan Kita Hari Ini



Foto: kompasiana.com

Secara umum, kita belum berkepribadian dalam budaya. Kita merasakan problem serius dalam persoalan kebudayaan, terutama karena neoliberalisme ini, yang memaksa kita jadi masyarakat konsumtif, disibukkan bagaimana cara agar kulit kita tidak berminyak dan tampak putih. Memuja kebendaan, bukan sebagai fungsi, tapi gengsi, terus mengkonsumsi, gak punya uang bisa ngutang (baca: kredit), seperti maunya kapitalis demi akumulasi modal.

Mata, hati dan telinga kita setiap hari di bombardir iklan yang jadi ujung tombak dagang koorporasi, di koran, majalah, internet dan jagad audiovisual, dibentuk kesadaran rakyat agar seragam, seperti contoh ketiak tidak boleh basah, karena itu buruk, berdosa dan gak gaul.

Dan negara gagal membangun industri nasional yang kuat, tak ada perlindungan bagi rakyatnya, menyerahkan hidup banyak orang kepada pasar bebas, disuruh terjun bebas di alam kapitalisme-neoliberal yang tak adil ini. Menghasilkan kehidupan kontras nan keji, dimana ada negeri yang sudah menekuk waktu dengan memproduksi kereta api Shinkansen berkecepatan 300 km/jam, kita di sini masih berurusan dengan bayi-bayi tumbuh dengan gizi buruk-busung lapar dan rakyat makan nasi aking. Begitu banyak rakyat tak berumah, tapi ada aktris yang punya ruangan berukuran 2 x 10 meter, khusus untuk menyimpan sekian ratus koleksi sepatunya.

Bangsa ini juga gemar melarang buku sejarah karena tidak setuju dengan isi, tapi harga diri bangsa ini seperti di tampar-tampar setelah mendapati tim sepak bola nasional kita kalah dengan negara tetangga sebelah, padahal sepak bola begitu membudaya di sini.

Maka, selamat menyambut pergantian tahun. Selamat datang Pasar Bebas.

Jika kita ingin jadi bangsa yang besar-berdaulat-sejahtera dan maju, maka negara harus berani melawan dikte ekonomi, politik dan budaya negeri-negeri imperialis, dengan menolak bayar utang, menasionalisasi perusahaan-perusahan tambang asing, karena kita butuh uang sangat banyak untuk membangun industri nasional kita.


Sumber tulisan: Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER) dalam Neoliberalisme, menggerus Kepribadian Bangsa.

2 komentar: